Sejarah Shalat

Ahmad Sarwat, Lc. MA
32 halaman
Februari 2000
قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا جَوَازُ صَلَاةِ الْقَائِمِ خَلْفَ الْقَاعِدِ الْعَاجِزِ وَأَنَّهُ لَا تَجُوزُ صَلَاتُهُمْ وَرَاءَهُ قُعُودًا.
Telah kami sebutkan bahwa mazhab kami membolehkan shalat di belakanga imam yang duduk karena tidak mampu. Namun makmumnya tidak boleh duduk harus berdiri.

Al-Khatib Asy-Syirbini (w. 977 H), salah satu ulama mazhab Asy-Syafi’iyah menyebutkan di dalam kitabnya Mughni Al-Muhtaj, sebagai berikut:

وَتَصِحُّ لِلْقَائِمِ بِالْقُعُودِ وَالْمُضْطَجِعِ لِمَا رَوَى الْبُخَارِيُّ عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا - أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَلَّى فِي مَرَضِ مَوْتِهِ قَاعِدًا وَأَبُو بَكْرٍ وَالنَّاسُ قِيَامًا
Dan sah bagi makmum yang berdiri untuk bermakmum kepada imam yang duduk. Dasarnya hadits riwayat Bukhari dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa Nabi SAW shalat kala sakit wafatnya sambil duduk, sementara Abu Bakar dan orang-orang berdiri.

Al-Baihaqi menjelaskan lebih jauh bahwa hal itu terjadi pada hari Sabtu atau Ahad, dimana Rasulullah SAW SAW wafat pada Senin pagi hari berikutnya. Maka hadits ini menasakh (menghapus) hadits lain yang sama-sama